Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2009 bangsa kita memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64. Rentang waktu yang sudah demikian lama tentunya. Kita dapat memaknai kemerdekaan bangsa kita dengan kemerdekaan pribadi kita. Kita dapat bersyukur, meskipun masih banyak kekurangan di negara kita namun kita masih dapat melaksanakan tugas panggilan hidup kita masing-masing.
Kita sadar bahwa amanat Kerajaan Allah belum sepenuhnya terwujud di negeri kita tercinta ini. Ini yang sungguh menjadi tantangan bagi kita semua sebagai bagian dari komponen bangsa untuk ikut ambil bagian dalam dalam mengisi kemerdekaan dalam bentuk apapun sesuai dengan bakat dan talenta kita masing-masing. Dalam pembinaan moral dan iman, kita dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam menegakkan Kerajaan Allah dalam masyarakat yang secara politis sudah merdeka selama 64 tahun, namun secara moral dan iman belum merdeka. Masih banyak hal yang membutuhkan kesaksian kita. Antara lain adalah orang makin mementingkan diri sendiri. Orang berlomba mencari kuasaan dan harta tanpa peduli terhadap orang lain. Jurang antara yang berkuasa, kaya, dan yang lemah, dan orang tak punya semakin menganga lebar.
Kemerdekaan hanya terwujud, kalau manusia merdeka, lepas bebas dari pamrih, kehendak sendiri dan kepentingan sendiri, seperti dikatakan Paulus: “sebab oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah” (Roma 10:3). Kemerdekaan tanpa pamrih, kehendak dan kepentingan sendiri, merupakan panggilan pribadi setiap manusia, “saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, malainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal. 15:13).
Lewat kemerdekaan ini, kita dibebaskan dari dunia, dari nafsu, dari daging seperti tuturan Santo Paulus, “tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jikalau memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan miliki Kristus” (Roma 8:9). Dengan kemerdekaan ini, manusia menjadi budak cinta atau hamba Tuhan dalam pengabdian suci untuk menjadi pelayan untuk semua manusia. Lagi dikatakan Paulus, “hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Tuhan” (1Petrus 2:16).
Kemerdekaan dalam Yesus amat bermakna, karena Yesus sendiri memberi teladan merdeka dari segala pamrih. Ia memanggil manusia secara pribadi, untuk memiliki Roh kemerdekaan, yaitu Roh Anak Allah yang mengatur hidup manusia, agar manusia merdeka dari dunia, nafsu dan daging serta agar manusia dikuasai oleh cinta demi pelayanan kepada sesama. Pendek kata, manusia dimerdekakan dari perbudakan supaya hanya diperbudak oleh cinta, yaitu Allah sendiri.
Kita semua diberi kemerdekaan untuk berbuat. Kita berhak atas segala tindakanya. Kita harus tumbuh dalam kematangan dalam kebenaran dan kebaikan karena kemerdekaan. Kemerdekaan kita akan mencapai kesempurnaan bila terarah kepada Allah. Kemerdekaan akan mewarnai perbuatan kita sehingga sungguh manusiawi. Karena, Tuhan telah menjadikan kita bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dikerjakan dengan kehendak bebasnya. Meskipun demikian, kelemahan kita, keterbatasan, ketidaktahuan, perasaan takut dan segala faktor psikis atau sosial yang lain tetap dapat mengurangi atau menghilangkan kemerdekaan dan tanggung jawab kita atas suatu perbuatan. Kemerdekaan kita terbatas dan dapat salah karena kelemahan kita, karena ketidak mampuan untuk mengarahkan kepada yang ilahi.
Kemerdekaan yang kita alami tidak dapat lepas dari pihak lain. Kemerdekaan bukan berarti bisa berbuat seenaknya. Kita harus memperhatikan unsur-unsur lain dalam hidup bersama, terutama harus selalu mengarah kepada yang Illahi. Hanya ada satu hal penting yang tidak menghalangi kemerdekaan manusia, ialah Rahmat Tuhan. Justru dengan rahmat itu kita mampu hidup sesuai dengan kebenaran dan kebaikan yang telah diletakkan Allah dalam hati kita. Rahmat selalu membantu kita untuk hidup selaras dengan kehendak Tuhan.(SE Agustus 09)
Kita sadar bahwa amanat Kerajaan Allah belum sepenuhnya terwujud di negeri kita tercinta ini. Ini yang sungguh menjadi tantangan bagi kita semua sebagai bagian dari komponen bangsa untuk ikut ambil bagian dalam dalam mengisi kemerdekaan dalam bentuk apapun sesuai dengan bakat dan talenta kita masing-masing. Dalam pembinaan moral dan iman, kita dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam menegakkan Kerajaan Allah dalam masyarakat yang secara politis sudah merdeka selama 64 tahun, namun secara moral dan iman belum merdeka. Masih banyak hal yang membutuhkan kesaksian kita. Antara lain adalah orang makin mementingkan diri sendiri. Orang berlomba mencari kuasaan dan harta tanpa peduli terhadap orang lain. Jurang antara yang berkuasa, kaya, dan yang lemah, dan orang tak punya semakin menganga lebar.
Kemerdekaan hanya terwujud, kalau manusia merdeka, lepas bebas dari pamrih, kehendak sendiri dan kepentingan sendiri, seperti dikatakan Paulus: “sebab oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah” (Roma 10:3). Kemerdekaan tanpa pamrih, kehendak dan kepentingan sendiri, merupakan panggilan pribadi setiap manusia, “saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, malainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal. 15:13).
Lewat kemerdekaan ini, kita dibebaskan dari dunia, dari nafsu, dari daging seperti tuturan Santo Paulus, “tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jikalau memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan miliki Kristus” (Roma 8:9). Dengan kemerdekaan ini, manusia menjadi budak cinta atau hamba Tuhan dalam pengabdian suci untuk menjadi pelayan untuk semua manusia. Lagi dikatakan Paulus, “hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Tuhan” (1Petrus 2:16).
Kemerdekaan dalam Yesus amat bermakna, karena Yesus sendiri memberi teladan merdeka dari segala pamrih. Ia memanggil manusia secara pribadi, untuk memiliki Roh kemerdekaan, yaitu Roh Anak Allah yang mengatur hidup manusia, agar manusia merdeka dari dunia, nafsu dan daging serta agar manusia dikuasai oleh cinta demi pelayanan kepada sesama. Pendek kata, manusia dimerdekakan dari perbudakan supaya hanya diperbudak oleh cinta, yaitu Allah sendiri.
Kita semua diberi kemerdekaan untuk berbuat. Kita berhak atas segala tindakanya. Kita harus tumbuh dalam kematangan dalam kebenaran dan kebaikan karena kemerdekaan. Kemerdekaan kita akan mencapai kesempurnaan bila terarah kepada Allah. Kemerdekaan akan mewarnai perbuatan kita sehingga sungguh manusiawi. Karena, Tuhan telah menjadikan kita bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dikerjakan dengan kehendak bebasnya. Meskipun demikian, kelemahan kita, keterbatasan, ketidaktahuan, perasaan takut dan segala faktor psikis atau sosial yang lain tetap dapat mengurangi atau menghilangkan kemerdekaan dan tanggung jawab kita atas suatu perbuatan. Kemerdekaan kita terbatas dan dapat salah karena kelemahan kita, karena ketidak mampuan untuk mengarahkan kepada yang ilahi.
Kemerdekaan yang kita alami tidak dapat lepas dari pihak lain. Kemerdekaan bukan berarti bisa berbuat seenaknya. Kita harus memperhatikan unsur-unsur lain dalam hidup bersama, terutama harus selalu mengarah kepada yang Illahi. Hanya ada satu hal penting yang tidak menghalangi kemerdekaan manusia, ialah Rahmat Tuhan. Justru dengan rahmat itu kita mampu hidup sesuai dengan kebenaran dan kebaikan yang telah diletakkan Allah dalam hati kita. Rahmat selalu membantu kita untuk hidup selaras dengan kehendak Tuhan.(SE Agustus 09)