Di dalam Vita Consecrata art.1 dikatakan bahwa “ Di setiap masa ada orang-orang pria maupun wanita yang mematuhi panggilan Bapa dan dorongan Roh Kudus dan memilih cara khusus itu dalam mengikuti Kristus, guna membaktikan diri kepada-Nya dengan hati yang tak terbagi. Seperti para rasul, merekapun telah meninggalkan segala sesuatu untuk menyatu dengan Kristus dan seperti Dia mengabdikan diri kepada Allah serta kepada saudara-saudari mereka. Begitulah, melalui sekian banyak kharisma hidup rohani dan kerasulan, yang dianugerahkan kepada mereka oleh Roh Kudus, mereka membantu menjadikan misteri dan misi Gereja memancarkan sinar dan dengan demikian berperan serta demi pembaruan masyarakat.
Di Indonesia ada beberapa kongregasi bruder dan frater dengan jumlah anggota yang bervariasi. Disamping itu ada juga kongregasi, tarekat atau ordo yang terdiri dari Imam dan Bruder. Setiap kongregasi mempunyai jenis karya kerasulan masing-masing sesuai dengan kharisma/semangat awal para pendiri kongregasi mereka. Kongregasi Bruder FIC yang didirikan pada tahun 1840 di Maastricht Belanda, diwarnai oleh karya utama pendidikan dan pengajaran serta pembinaan bagi kaum muda. Hal ini karena Pastor Ludovicus Rutten, pendiri kongregasi para bruder FIC pada awalnya tergerak hatinya oleh kaum muda di Maastricht Belanda pada waktu itu.
Imam muda ini mengalami suatu panggilan untuk menyerahkan seluruh hidupnya dan semua kekayaannya bagi pelayanan pendidikan dan pembinaan kristiani kaum muda, yang terlantar, tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya karena sibuk dengan bekerja. Rutten mulai dengan mengajarkan kepada anak-anak kecil di emperan Basilik St. Servasius di Maastricht. Dari sinilah, kemudian sekolah-sekolah berkembang dan menyebar ke kota-kota lain di seluruh negeri Belanda.Dari Belanda Kongregasi FIC berkembang ke Asia (Indonesia) Afrika ( Ghana dan Malawi) dan Amerika Selatan (Chile). Pernah juga berkarya di Mosambig, Seraleon dan Pakistan. Namun dari ketiga tempat tersebut mengalami pergolakan politik yang tidak menentu akhirnya para para Bruder ditarik kembali dari medan pelayanan dari ketiga tempat tersebut. Hingga pada akhirnya FIC diundang oleh romo-romo Yesuit untuk datang ke Yogyakarta pada tahun 1920, yang ditandai dengan kedatangan lima bruder Belanda di Yogyakarta. Mulailah sekolah –sekolah bruderan didirikan. Dari Yogyakarta berkembang ke Muntilan, Ambarawa, Surakarta, Semarang, Klaten dan daerah-daeah lain di Jawa Tengah, kemudian menyebar ke daerah lain seperti Jakarta, Sumatera, Kalimantan dan Papua, lewat karya kerasulan pendidikan melalui Yayasan Pangudi Luhur. Tidak hanya karya pendidikan saja yang ditangani namun masih ada karya lain yang menjadi tanda kesetiaan hadirnya bruder-bruder FIC. Hal ini yang sesuai dengan Refleksi Dasar Konstitusinya “ terbuka terhadap tanda-tanda zaman dan terhadap Roh yang berhembus kearah yang dikehendaki-Nya. Karya-karya non pendidikan yang ditangani oleh para bruder FIC antara lain berupa asrama dan panti asuhan, Rumah Retret Syalom Bandungan, Institut Roncalli Salatiga, Pertenunan Santa Maria Boro, Percetakan Pangudi Luhur Muntilan serta unit produksi kayu dan logam.
Semua itu ditempuh untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. maka bagi para bruder secara terus menerus perlu meningkatkan kualitas diri baik dalam hidup maupun karya kerasulannya.