Sunday, May 3, 2009

Bahagia Menjadi Saksi Kristus


Di Doamu Namaku Disebut, begitulah tema yang diangkat dalam pertemuan para orang tua yang putra-putrinya dipanggil menjadi Suster, Bruder dan Romo. Acara yang diprakarsai oleh IKHRAR Rayon Semarang tersebut dilaksanakan pada tanggal 25-26 April 2009 di Rumah Retret Griya Paseban Semarang. Acara dikemas dalam bentuk Rekoleksi yang diawali dengan wawanhati bersama dengan Mgr. Ignatius Suharyo Uskup Keuskupan Agung Semarang. Dalam kesempatan wawanhati ini Mgr. Ignatius Suharyo membagikan gambar kepada para peserta yaitu sepasang suami istri yang diangkat sebagai beato dan beata pada tanggal 21 Oktober 2005. Mereka adalah orang pertama yang menjadi orang kudus pasangan suami istri. Bahwa jalan kekudusan bukan saja hanya dimiliki oleh para rohaniwan dan biarawan/wati saja, namun semua orang di panggil untuk menjadi kudus. Mereka ini menjadi suci karena mereka melakukan hal-hal yang biasa, tetapi dengan cara yang luar biasa. Luar biasa karena hidupnya selalu menimba kekuatan dari sabda Allah dan berbahagia dalam menghayati hidup panggilannya. Kemudian setelah selesai acara wawanhati dan tanya jawab acara dilanjutkan dengan perayaan ekaristi yang juga dipimpin oleh Bapak Uskup dengan didampingi oleh Rm. Santoso MSF. Dalam homilinya Mgr. Suharyo mengajak kepada para orang tua terpanggil tersebut untuk bersemangat dalam memberi kesaksian tentang hidupnya kepada Allah sang pemberi segalanya. Bahwa kesaksian tentang Allah dimana-mana dibutuhkan, terlebih ditempat yang tepencil, sepi dan sulit. Mgr Suharyo berharap, kepada bapak-ibu yang hadir dalam pertemuan ini untuk tidak usah ragu-ragu jika anak-anaknya yang menjadi Suster, Bruder dan Romo jika ditempatkan ditempat yang terpencil, sulit, dan sepi. Mereka itu menjadi saksi Kristus, dan memperoleh kebahagiaan juga dengan segala macam karya yang dijalaninya untuk orang lain.

Setelah makan malam kemudian Rm. Eko Yuwantoro MSF, Br. William FIC dan Sr. Goretti OSF membagikan pengalamannya menjalani hidup panggilan yang telah dipilihnya. Romo Eko mengungkapkan bahwa panggilan adalah suatu misteri dalam perjumpaan dengan Allah. Pergulatan dan perjuangan sebagai Romo ditugaskan ditempat yang tidak enak, tetapi tetap bahagia. Tuhan tetap ada dan menjadi kekuatan nya. Pengalaman dalam perjumpaan dengan sesama yang menguatkan.
Kemudian Br. William FIC mengungkapkan pergulatannya sebagai Bruder. Awal panggilan dari keluarga bukan Katolik. Setelah pindah agama lalu di”usir” dari keluarga, lalu tinggal bersama neneknya. Setiap pergi ke gereja harus sembunyi-sembunyi. Suatu saat di”cangking” Romo Belanda, yang terkesan pada saat dipegang kepalanya dan mendorongnya menjadi Katolik. Namun Setelah menjadi Katolik hubungan dengan keluarga menjadi renggang. Namun ia tetap jalan terus dan memutuskan untuk menjadi Bruder FIC. Lain lagi dengan Sr. Goreti OSF. Keinginan untuk menjadi suster jauh sebelum katolik. Pada awalnya melihat seorang suster Belanda saat menyeberang jalan dan menghampirinya lalu tertarik.. Walupun beliau orang Belanda tetapi baik dan ramah.Walaupun selama sepuluh tahun tidak mendapat dukungan dari keluarga., namun Sr. Goreti tetap bahagia dan tidak pernah menyesal menjadi suster karena dengan menjadi suster semua menjadi bisa dan tetap ingin jadi suster yang baik.

Pada hari minggunya para peserta diajak untuk lebih memahami serta memaknai tentang ”Pengaruh Keluarga Dalam Menanamkan dan Dalam Mendukung Kesetiaan Panggilan Hidup Bakti”, yang disampaikan oleh Romo Mulyono MSF. Bahwa keluarga bagaikan seminari yang pertama. Ini sangat membantu bagi anak untuk membantu dan mendukung masuk sebagai biarawan/ wati, atau imam, sehingga menjadi pendukung dan menjadi motivasi bagi anak. Maka keluarga juga perlu untuk memberikan kebebasan kepada anak dengan kegiatan gereja (misdinar, koor). Supaya semakin dekat dengan biarawan/wati dan imam dengan harapan supaya ada panggilan.
Kemudian dilanjutkan dengan sharing dalam kelompok dengan bahan pendalaman antara lain tanggapan dan reaksi orang tua ketika anaknya memohon doa restu untuk menjalani kehidupan sebagai religius? Apakah rela, bersyukur, gembira, bangga atau sebaliknya kecewa, marah, sedih? Perasaan orang tua, bila anak yang terpanggil ditugaskan di tempat yang sangat jauh dan terpencil di daerah pedalaman, jauh dari keramaian kota? Ketika anak yang terpanggil menyatakan diri mau keluar dan merasa sudah tidak krasan lagi di biara dan ingin keluar, bagaimana tanggapan orangtua menyikapi hal ini? Apakah mencela, malu, sedih ataukah memberi dukungan doa dan perhatian agar tabah dan menekuni panggilan yang sudah dijalaninya?Harapan orang tua untuk religius di jaman sekarang, mengingat kehidupan religius sekarang ini tantangannya cukup berat? Dari hasil sharing bersama antar kelompok tersebut kemudian diplenokan sehingga semakin dapat memperkaya antara antar peserta, sehingga semakin dapat memberikan dukungan kepada putra-putrinya yang menjalani panggilan sebagai religius.
Di penghujung acara terbentuklah suatu paguyuban orang tua terpanggil yang terbagi dalam beberapa wilayah dengan menunjuk beberapa peserta sebagai koordinatornya. Dengan terbentu paguyuban orang tua terpanggil tersebut diharapkan semakin dapat memberikan dukungan kepada putra-putrinya terlebih juga dapat saling mengenal dan memberikan kekuatan.

No comments: