Thursday, August 28, 2008

Jika Tuhan Mengingatkan

Penulis : Eko Jalu

Ada seorang mandor bangunan bekerja di gedung bertingkat. Suatu ketika ia ingin sampai pesan penting kepada tukang di lantai bawahnya. Mandor itu berteriak-teriak memanggil tukang bangunan agar mau mendongak ke atas sehingga ia dapat menjatuhkan catatan pesan. Karena suara mesin-mesin pekerjaan bising, tukang di bawahnya tidak dapat mendengar meski sudah berusaha berteriak lebih keras lagi tetaplah sia-sia saja.

Akhirnya ada ide melemparkan koin uang logam ke depan seorang tukang. Begitu melihat koin uang di depannya, berhenti bekerja sejenak kemudian mengambil uang logam itu, lalu melanjutkan pekerjaannya. Beberapa dicoba lemparkan uang logam, tetapi tetap tidak berhasil membuat tukang di bawahnya mau mendongak ke atas. Tiba-tiba ada ide lain, ia mengambil batu kecil dan melemparkannya tepat mengenai seorang pekerja yang ada di bawahnya. Karena sakit kejatuhan batu, pekerja itu mendongak ke atas mencari siapa yang melempar batu itu. Kini sang mandor dapat menyampaikan pesan penting dengan menjatuhkan catatan pesan dan diterima oleh pekerja di lantai bawahnya.

Untuk menarik perhatian manusia, Tuhan seringkali menggunakan cara-cara yang menyenangkan, namun kadangkala juga dengan pengalaman-pengalaman yang menyakitkan. Tuhan seringkali menjatuhkan “koin uang” atau memberikan kemudahan dan rejeki yang cukup, agar manusia mau mendongak ke atas, memujiNya dan memuliakanNya. Sayangnya, seringkali hal itu tidak cukup membuat manusia bersyukur atas rahmat-Nya dan belum cukup membuat mau memberikan perhatian dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Karena itu, kadang-kadang menggunakan pengalaman menyakitkan, seperti menerima kegagalan, rasa sakit, kesulitan, musibah, dan berbagai pengalaman lainnya untuk menarik perhatian manusia. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman menyakitkan yang kadang kala diterima manusia, hendaknya diterima sebagai peringatan dari Tuhan untuk menarik perhatian . Hendaknya hal itu membuat semakin mempererat hubungan dengan Tuhan, menyadarkan diri sebagai makhluk-Nya.

Sudah begitu banyaknya berkat dan rahmat-Nya kita. Seperti memiliki pekerjaan yang baik, sehat, memiliki mata untuk melihat dunia, punya dua kaki menopang tubuh kita, panca indra lengkap sempurna, rejeki yang cukup, keluarga yang bahagia dan lain sebagainya. Semua itu sesungguhnya adalah berkat dan rahmat Tuhan yang tak ternilai harganya. Sudahkah hal itu menjadikan kita selalu menengadahkan wajah kepada-Nya, mengingat-Nya dan bersyukur atas rahmat-Nya ? Ataukah hal itu belum menarik perhatian kita, sehingga menunggu Tuhan menjatuhkan “batu” kepada kita ?.

_______________________________

Penulis : Eko Jalu S. adalah Penulis Buku “The Art of Life Revolution” dan Buku “Heart Revolution: Revolusi Hati Nurani Menuju Kehidupan Penuh Potensi” keduanya diterbitkan Elex Media Komputindo.

Tuesday, August 26, 2008

Merdeka atas Suatu pilihan.

Baru saja bangsa kita memperingati hari kemerdekaannya yang ke-63 th. Kita juga dapat mengingat jiwa patriotisme para pendiri Negara pada awal kemerdekaan negara kita 63 th yang lalu. Semangat untuk mengisi kemerdekaanpun masih ditumbuh kembangkan hingga saat ini. Segala macam fasilitas dan tempat-tempat publik dipercantik. Aneka macam kegiatan dalam menyambut hari kemerdekaanpun digelar untuk memeriahkan hari yang membahagiakan bagi bangsa dan negara kita.
Dan bersama Gereja setiap tanggal 15 Agustus, umat Katolik juga merayakan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga Badan dan Jiwa. Pada mulanya Ibu Maria menyatakan bebas dan sepenuh hati kepada Tuhan atas apa yang diminta kepadanya. Pernyataan kesanggupan secara bebas dan sepenuh hati itu mendasari semua rencana dan perbuatannya sebagai pribadi yang telah dipilih dan sekaligus telah memilih kepada apa yang menjadi kehendak Tuhan.Menyatakan ya dengan membawa konsekuensi selama perjuangan hidupnya.

Demikian juga diri saya yang telah 'dipilih oleh-Nya dan memilih-Nya' sudah layak dan sepantasnya berani menanggung segala konsekuensi dari pilihanku itu. Ada banyak hal disekitarku yang baik, nyaman, dan menawan yang dicoba tawarkan. Persoalannya ialah saat diriku mengucapkan prasetia tanggal 2 Juli 2006 , dua tahun yang lalu saya sudah memilih DIA. Sedangkan dia-dia yang lain sebagai tambahan saja yang juga selalu mengiringi dinamika perjalanan hidupku. Dengan demikian menjadi orang yang bebas, dan bukan orang yang dijajah atau orang yang diperhamba oleh siapapun termasuk diri sendiri.
Tidak mudah memang untuk menjalani apa yang telah kupilih ini, bahwa setiap pilihan mengandung konsekuensi dan resiko. Dengan bantuan iman dan kasih Allah niscaya akan dapat diberikan sesuatu yang berlimpah dari-Nya apapun wujud dan bentuknya.
Semoga.

Sunday, August 24, 2008

Kesetiaan Itu Sangat Mahal

Ada rasa heran dan hampir tak percaya ketika prasetia hidup bakti sebagai bruder mencapai 60 tahun.Mungkin pada masa-masa lampau muncul pertanyaan apakah akan sampai ke sana? Namun sekarang, apa yang mungkin dahulu dipikirkan benar-benar terjadi.
Ini semua yang dialami oleh saudara saya dalam komunitas FIC di Wisma Bernardus Semarang. Pada tanggal 10 Agustus 2008 yang lalu saudara sekomunitas saya berpesta 60 tahun hidup bakti sebagai Bruder FIC. Ucapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan bahwa dirinya masih diberi kekuatan untuk setia sebagai bruder sampai saat ini meskipun fisik sudah demikian rapuh digerogoti oleh bertambahnya usia dan penyakit.
Saya sendiri lalu merenung, bagaimana dengan diriku, yang masih yunior di dalam Kongregasiku ini? Apakah juga mampu untuk setia? Dalam terang imanku bahwa Tuhan lebih dahulu setia kepada saya, maka Kesetiaan itu saya alami dalam kata Yesus bahwa Dia menyertai saya setiap hari. Dia menyertai saya dalam doa, berkarya, hidup di komunitas dan perjumpaan saya dengan sesama setiap hari.
Setia sebagai bruder berarti setia dalam menghayati triprasetia, (ketaatan, kemurnian,kesederhanaan) Saya sudah memilih menjadi bruder maka saya berusaha untuk setia,meskipun saya harus mengatasi kesukaran-kesukaran hidup dan segala tantangan yang ada setiap hari dan setiap waktu.

Ini Aku Utuslah Aku

Terlahir di sebuah desa yang sejuk nan asri di Magelang. Orang tua memberiku sebuah nama yang baik menurut aku. Sedari kecil hingga besar ditempa hidup di alam pedesaan. Setelah lulus dari SLTA kemudian melanjutkan peziarahan hidup dengan bergulat dalam kehidupan yang begitu keras di Jakarta, Bogor dan Bandung. Selain untuk mencari suatu penghidupan yang layak, kehidupan rohani juga saya tempa dengan mengikuti kegiatan keagamaan. Kegiatan-kegiatan liturgis seperti di lingkungan, mudika maupun paroki saya coba kembangkan. Setelah kurang lebih lima tahun bergulat dalam pengembaraan kehidupan akhirnya dalam suatu kesempatan mengikuti retret bertemu dengan sesosok Bruder FIC. Dari hasil pertemuan awal itu sepertinya Tuhan menggerakkan diriku untuk mengikuti-Nya.Akhirnya segala sesuatu yang melekat dalam diriku, baik itu teman, sahabat, maupun pekerjaan yang selama kurang lebih lima tahun kubangun, kutinggalkan untuk mengikuti suatu ajakan suara hati yang begitu nyaring terdengar.Kuputuskan untuk mengikuti rekoleksi panggilan, screening dan tahap-tahap pembinaan sebagai postulan, Novis Kanonik maupun Novis Lanjutan. Segala macam pergulatan dan suka duka sebagai calon religius FIC saya coba hadapi dengan sebaik-baiknya.
Sebagai anugerah yang tak ternilai dari Tuhan dan terlebih lewat kongregasi FIC, pada tanggal 2 Juli 2006 diterima untuk mengucapkan prasetia pertama di Gereja Santo Antonius Muntilan bersama tujuh teman angkatan.Tahun pertama menempa diri di komunitas Don Bosko Candi Semarang dan menjalani karya perutusan bersama anak-anak muda di SMA Don Bosko Semarang. Satu tahun kiranya cukup untuk menempa hidup dan menimba pengalaman dari rekan -rekan guru, karyawan dan para siswa.Memasuki tahun ajaran baru 2008 menjalani tugas perutusan untuk mengembangkan diri lewat studi formal serta menjalani karya di Provinsialat FIC, Jalan Sultan Agung No 133 Semarang.